Langsung ke konten utama

Kodak Story


Masih teringat pada  saat saya masih anak anak, kalau Ayah saya mau berfoto selalu bilang “ayo kita berkodak dulu” , perusahaan yang dibangun oleh George Eastman pada tahun 1880 dengan nama Eastman Dry Plate Company ini sudah menjadi legenda di dunia fotografi dan sejak diperkenalkannya kamera kodak yang dapat dengan mudah dipergunakan oleh semua orang maka Kodak sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan keluarga keluarga tempo dulu, sebagaimana orang tua saya  merekam begitu banyak kenangan tak terlupakan dalam perjalan sejarah keluarga, kenangan indah tentang Kodak ini yang menyebabkan saya begitu tertarik sekaligus ikut sedih membaca berita di harian Kompas, tgl. 20 Januari 2012 mengenai kebangkrutan Kodak.
Perusahaan George Eastman ini mulai dikenal dengan nama Kodak setelah pada tahun 1892 berubah nama menjadi Eastman Kodak Company of New York dan kemudian  memperkenalkan kamera pocket pertama kali pada tahun 1898, Kodak juga yang pertama kali  menciptakan motion picture camera, film, dan projector. Perusahaan ini pada saat sekarang masih memiliki hak paten atas 110 macam teknologi kamera yang menjadi dasar bagi kamera-kamera buatan Jepang dan Korea yang kemudian merebut pasar kamera dari Kodak. Pada puncak Kejayaannya di tahun 1980-an, Kodak  memiliki 145 orang pegawai dan menguasai pasar dengan market share sekitar 80-90 % dari industri fotografi.
Pada tahun 1990-an setelah tanpa saingan berarti di industri fotografi, Kodak mulai mendapat saingan dari Fuji film, perusahaan fotografi asal Jepang yang mulai menjadi perusahaan nomor dua dalam industri fotografi setelah Kodak. Namun bukan persaingan dengan Fuji yang menjadikan Kodak kehilangan pasarnya,   kesalahan menanggapi perubahan selera konsumen menyebabkan Kodak mulai kehilangan momentum untuk mempertahankan daya saingnya.  Kegagapan Manajemen menanggapi hadirnya kamera digital menjadi awal dari kemunduran Kodak,  ketika dunia memasuki era kamera digital dan bisnis kamera film mendekati akhirnya Manajemen tidak cepat tanggap dengan perubahan ini.
Sebenarnya Kodak sudah menciptakan kamera digital hitam putih sejak tahun 1975, namun sampai dengan awal tahun 1990-an, manajemen menganggap belum perlu memasarkan kamera digital. Meskipun salah seorang  Vice President Kodak pada saat itu Don Strickland sudah menyampaikan gagasan  untuk mulai masuk pasar kamera digital namun Manajemen belum sependapat mengenai pentingnya konsentrasi pada pasar kamera digital, Memasarkan kamera digital pada saat tersebut dianggap sebagai bentuk kanibalisasi pada kamera film mereka yang masih sangat besar kontribusinya. Pandangan yang pada saat itu tidak sepenuhnya salah, karena pada  tahun 1997 pasar kamera digital baru memiliki share sebesar 6,4% dari industri fotografi. Namun berkat edukasi pasar yang berhasil dari pesaing-pesaingnya, konsumen fotografi mulai terbiasa menggunakan kamera digital, hingga di awal tahun 2000-an pasar pasar kamera digital sudah mengalahkan kamera konvensional, sementara Kodak tetap berjalan di tempat.
Berbagai upaya untuk menyelamatkan perusahaan yang legendaris dan dihormati karena inovasinya sebagaimana pada masa sekarang kita mengenal perusahaan Aple dan microsoft harus mengalami kenyataan pahit, upaya yang dilakukan gagal dan perusahaan mengalami kebangkrutan. George Eastman yang meninggal karena bunuh diri pada tahun 1932 ini mungkin akan bersedih melihat akhir dari perusahaan yang didirikannya 132 tahun lampau ini. Jejak tak terhapuskan dalam mengabadikan gambar permukaan bulan pertama kali  oleh astronot Jhon Glenn yang dan juga  dipakai oleh astronot pertama yang berjalan di bulan, mungkin akhirnya akan diikuti oleh Kodak yang akhirnya juga tinggal sejarah dan menjadi pelajaran di berbagai kelas bisnis mengenai mengapa hal ini bisa terjadi ?.

Meskipun Kodak akhirnya menyadari kesalahan yang dibuat dan mulai masuk ke pasar kamera digital, namun produk dari  Canon, Sony, Nikon dan Samsung bersama-sama sudah menguasai pasar kamera digital lebih dari 50% dari market share dan hanya menyisakan sekitar 7,4% untuk Kodak. Sang Legenda terlambat menyadari perubahan pasar dan respon untuk memperbaiki keadaan tidak menunjukkan hasil sesuai harapan, pesaing sudah terlalu kuat menguasai pasar dan  setelah sejak tahun 2007 tidak mampu menghasilkan laba akhirnya Kodak  harus merumahkan 45.000 orang pegawainya dan menutup sebanyak 13 pabriknya dan akhirnya di-delisting dari bursa NYSE .
Pada awal munculnya pesaing dalam industri fotografi kamera film, terutama oleh Fuji pada awal 1990-an,  Kodak masih yakin bahwa konsumen pasar fotografi masih sangat loyal dengan produk mereka, Kodak masih terlalu kuat, market share mereka nyaris tak terganggu, pesaing hanya berusaha untuk mendekati teknologi mereka. Pada saat pasar fotografi dunia mulai dimasuki oleh berbagai produk kamera digital, Kodak tidak segera meresponnya dan tetap bertahan dengan kamera filmnya yang menurut pandangan Kodak masih diminati oleh pasar.  Namun realitas pasar bereaksi berbeda,  konsumen yang mencoba sesuatu diluar Kodak dan mendapatkan hasil yang memuaskan mulai terbiasa dengan kamera digital, pada saat teknologi digital imaging lebih memberi kemudahan maka konsumenpun beralih ke kamera digital.  Kodak sudah seperti kodok dalam kisah boiling frog, ketika menyadari kesalahan strategis ini, pesaing sudah terlalu kuat dan ibarat kodok yang terperangkap dalam bejana yang semakin panas dan akhirnya menyadari bahwa panasnya dapat merebus dirinya, namun otot-ototnya sudah terlalu lemah untuk melompat keluar dari bejana yang mematikan tersebut.  
Kondisi yang dialami oleh Kodak ini dapat diambil menjadi pelajaran bagi kita di Pegadaian, dengan telah disahkannya PP mengenai perubahan status Pegadaian menjadi persero dan tentu RUU mengenai jasa Pergadaian juga akan menyusul untuk disahkan, maka Risiko strategis yang akan kita hadapi adalah persaingan, dengan lebih dari 100 tahun dilindungi oleh hak monopoli dapat menyebabkan Pegadaian kurang memiliki pengalaman bersaing. Realitas besarnya “blessing” kenaikan omzet dari kenaikan harga emas dapat menyebabkan kita berada pada posisi seperti Kodak yang sangat merasa nyaman dengan kamera filmnya, pertumbuhan omzet semu tersebut dapat menyebabkan Pegadaian salah dalam menilai daya saingnya. Mengutip istilah Rhenald Khasali dalam buku “Change” pada saat pesaing sudah menemukan “peta baru”, kita jangan tetap menggunakan peta lama karena pesaing akan sampai terlebih dahulu ke tujuan. Dengan menerapkan budaya INTAN, diusianya yang sudah mendekati 111 tahun dan memiliki momentum baru dengan perubahan status tentu kita berharap Pegadaian akan tetap menjadi “Champion” di era persero ini.

Ditulis oleh : SYAHRUL RUSLI
                     JENERAL MANAJER MANAJEMEN RISIKO.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pemeriksaan kas sekonyong konyong

Disaat masih menjadi pemeriksa muda di Inspektorat Wilayah Medan aku seperti biasa melakukan berbagai kunjungan pemeriksaan ke berbagai kantor cabang Pegadaian. Hari ini pemeriksaan di kantor cabang Pegadaian takengon selesai dilaksanakan, siang ini aku dan pak Sudrajat sebagai ketua team akan segera kembali ke Medan.  Ketua team ini orang sunda yang sangat baik dan seperti orang sunda lainnya, senang guyon, sehingga perjalanan jauh dari Medan ke Aceh yang ditempuh selama belasan jam ini tidak terasa membosankan. Tapi seperti orang sunda yang susah melafalkan beberapa huruf, begitu juga boss satu ini, salah satu yang paling aku ingat adalah kegagalannya mengucapkan kata “eksekutif”, beliau selalu mengucapkannya sebagai sekutip.   Karena sudah jadwalnya kembali ke Medan, Hati ini riang gembira serasa berteriak “hore.. hore, akhirnya tiba waktunya I’am coming home”. Tidak seperti sekarang dimana sewaktu waktu dapat video call dengan anak isteri, tahun 90-an ini kalau kangen sama keluarga

Arisan Emas Pegadaian.

Ingin berinvestasi emas ? kunjungi outlet outlet Pegadaian, sekarang investasi emas dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dibeli secara tunai di outlet Galeri 24 Pegadaian, dapat juga dengan cara arisan.

jalur sungai Banjarmasin to Palangkaraya

Jalur Sungai Banjarmasin – Palangkaraya. Kantor cabang Pegadaian di Palangkaraya pada tahun 1999 merupakan satu-satunya kantor cabang Pegadaian yang terletak di kota Palangkaraya, ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.   Pegadaian di Palangkaraya kurang bagus perkembangannya karena setelah beberapa tahun berdiri masih juga berstatus cabang kelas III, klasifikasi cabang terendah pada masa itu. Dibandingkan Pegadaian di wilayah Kalimantan Timur sangat jauh tertinggal, Pegadaian di wilayah Balikpapan telah tumbuh pesat.  Pada tahun 1998-2000 apabila kita ingin ke   kota Palangkaraya dari Banjarmasin salah satu alternative yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan sarana transportasi berupa speed boat . Setelah pengalaman buruk saya menggunakan angkutan darat maka saya lebih memilih selalu menggunakan angkutan sungai meskipun sebenarnya saya takut karena tidak bisa berenang sama sekali. Transportasi sungai Banjarmasin ke Palangkaraya ini akan melalui sungai-sungai Kuala Kapuas,