Langsung ke konten utama

Kisah mesjid azizi dan Pegadaian Tanjung Pura

AMIR HAMZAH

Coba baca puisi dengan judul Cempaka dibawah ini :
CEMPAKA
Cempaka, aduhai bunga penghibur lara
Tempat cinta duduk bersemayam
Sampaikan pelukku, wahai kusuma
Pada adinda setiap malam.

Sungguh harum sedap malam
Sungguh pelik bunga kamboja
Tetapi tuan, aduhai pualam
Pakaian adinda setiap masa

Sungguh tak kelihatan ia berbunga
Cempaka tersembunyi dalam sanggul
Tetapi harumnya, aduhai kelana
Didalam rambut duduk tersimpul.

Amat bersahaja cempaka bunga
Putih arona, hijau nan tampak
Pantas benar suntingan adinda
Terlebih pula di sanggul duduk.

Untaian kalimat yang sangat indah penuh dengan kiasan lembut dan sejuk untuk didengar, penyampaian khas orang melayu tempo doeloe untuk memuji pujaan hatinya, lirik –lirik ini dapat kita dengar melalui suara Siti Nurhaliza dengan lagu cindai. Untaian kata indah ini adalah satu dari sekian banyak puisi karangan sastrawan Indonesia angkatan pujangga baru bernama Amir Hamzah, atau nama lengkapnya Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera. Lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur pada tanggal 28 Februari 1911. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu dimana kemampuannya dalam bidang ini tumbuh dan berkembang.




















Namun sangat disayangkan penulis puisi ini meninggal dalam usia yang masih sangat muda, yaitu diusia sekitar 35 tahun dan secara tragis terbunuh dalam  kerusuhan sosial, pujangga ini wafat pada tgl. 20 Maret 1946 di kuala begumit dan dimakamkan di Pemakaman Mesjid Azizi yang terletak di kota Tanjung Pura, kabupaten Langkat, propinsi Sumatera Utara. Namun nama dan puisinya tetap hidup jauh melampaui usia penulisnya.


Mesjid Azizi ini dengan kantor Pegadaian Tanjung.Pura hanya berjarak sekitar 500 meter, antara mesjid dan kantor Pegadaian ini dibatasi oleh pertokoan tempo doeloe yang mayoritas dimiliki oleh keturunan Cina, kemungkinan  mereka datang pada saat Sultan Langkat tersebut membangun Mesjid dan istananya karena menurut catatan sejarah, mesjid tersebut dibangun oleh arsitek dari Jerman dan para pekerjanya banyak yang datang dari Tiongkok. Dibangun oleh Sultan Langkat ke 7 yang bernama Sultan Abdul Azizi Djalil Rachmat Syah, diresmikan penggunaannya pada tanggal 13 Juni 1902.

Biaya untuk membangun Mesjid diperoleh dari hasil konsesi lahan milik kesultanan kepada perusahaan Bataafsche Petroleum Matschappij (BPM), kemudian oleh perusahaan tersebut mengeksplorasi dengan melakukan pemboran pada beberapa titik. Di wilayah kesultanan inilah pertama kali Belanda menemukan  minyak bumi di Sumatera, tepatnya di daerah Pangkalan Brandan pada tahun 1883 di titik pemboran yang disebut Sumur Telaga I mengucurlah Minyak Bumi dalam skala besar, orang yang pertama kali mengeksplorasi dan menemukan minyak di daerah ini bernama Aeliko Janszoon Zijlker yang pada awalnya bertugas sebagai ahli perkebunan tembakau di Deli Tobacco Maatschapij. Kemudian NV.Koninklijke Nederlandsche Maatschappij membangun Kilang minyak di Pangkalan Brandan, bisa dibayangkan pada masa-masa itu daerah ini tentu sudah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan memiliki istana serta mesjid yang sangat indah.


Pada saat kemerdekaan sumur dan kilang minyak dikelola oleh Pertamina, dari kilang Pangkalan Brandan inilah pertama kali Pertamina mengekspor minyak ke Jepang dan tanggal perjanjian ekspor tersebut yaitu pada tanggal 10 Desember 1957 dianggap sebagai hari lahirnya Pertamina yang dipimpin oleh Ibnu Sutowo.  Pada saat ini karena sumur minyak dianggap sudah tidak produktif maka pada tahun 2007 Pertamina sudah meninggalkan daerah ini, berakhir pula kejayaan kota Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan.

Pada saat sekarang perumahan-perumahan Pertamina di jalan lintas Aceh - Medan yang dulu merupakan lambang kemakmuran dan menjadi magnet bagi aktifitas ekonomi wilayah Langkat tampak kosong, terbengkalai dan sebagian sudah menjadi markas kesatuan Marinir. Kejayaan kota pun berakhir dengan berakhirnya masa eksplorasi minyak bumi, sejarah sempat mencatat pada awal berdirinya NKRI daerah ini diperkirakan menyumbang sekitar 70% dari anggaran pemerintah pusat.

Rezeki minyak yang melimpah ini bagi warga lokal nyaris tak terlihat, perkampungan warga Melayu yang merupakan penduduk asli masih tetap diselimuti kemiskinan, banyak yang mencari pekerjaan ke Malaysia sebagai TKI dan kondisi ini berdampak positif  bagi  produk Western Union (KUCICA) di CPP. Tanjung Pura.







Gedung kantor Pegadaian Lama di Tanjung Pura ini sejauh yang pernah penulis pernah lihat adalah bangunan  Pegadaian terbaik untuk gedung Pegadaian yang dibangun oleh Belanda di daerah Sumatera Timur, Bangunan Pegadaian lama ini mirip dengan bangunan Pegadaian di daerah Jawa dulu, tidak seperti bangunan lama Pegadaian di daerah Sumatera Timur yang sebagiannya dari konstruksi kayu.
gedung Pegadaian ini seluruhnya beton tebal khas bangunan kolonial dan mirip dengan model bangunan stasiun kereta api belawan lama. Bangunan ini sepertinya menunjukan arti penting kota Tanjung Pura tempo doeloe, 


Saksi sejarah di pantai timur ini sekarang merana karena tidak terawat menunggu waktu mengakhiri episode sejarahnya, sementara itu dibagian mukanya sudah dibangun gedung baru yang mungkin termasuk gedung terbaik di kota tanjung pura.


Seiring dengan berubahnya zaman dan juga karena kota Tanjung Pura ini sering sekali dilanda banjir, disertai realitas bahwa nadi ekonomi sudah semakin bergerak ke kota Medan maka ibukota Kabupaten Langkat tempat Gubernur Sumatera Utara saat itu Syamsul Arifin menjabat Bupati sebelum memenangi Pilkada Gubernur sudah berpindah ke kota baru yang bernama Stabat. Seiring dengan gerak sejarah maka Pegadaianpun harus menyesuaikan dengan membuka cabang baru di daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Karena potensi ekonomi daerah Tj. Pura  tidak lagi menjadi pusat perdagangan maka pada saat ini Pegadaian sudah mulai membuka 2 unit UPC di kota Stabat. Begitu juga dengan daerah Kuala Begumit tempat Pujangga besar bangsa Indonesia tewas karena kerusuhan sosial, Pegadaian juga sudah mengoperasikan satu UPC.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NOKIA di tahun 2008

Harga Pasar Handphone Melihat Daftar Harga Pasar Setempat (HPS) handphone (HP) triwulan II tahun 2008 yang dipakai sebagai dasar bagi Penaksir Pegadaian menetapkan nilai  taksiran barang jaminan handphone di tahun 2008 ini menjadi flashback bagaimana sengitnya persaingan   dalam bisnis handphone .  Dari belasan merek HP yang beredar di pasaran Indonesia pada masa tersebut dan kemudian tercatat dalam daftar barang yang diterima sebagai barang jaminan pada masa itu, pada saat sekarang mungkin hanya hanya Samsung LG dan Motorolla yang masih terlihat  di display outlet penjual HP, selebihnya sudah tidak lagi dikenal oleh generasi sekarang. Merek yang pada masanya cukup inovatif dan laku seperti Sony Ericson atau Siemens pada masa sekarang sudah tidak ada lagi, hanya tinggal kenangan bagi gen X dan tidak dikenal oleh Gen Millenial. P ada tahun 2008 ini HP yang paling terkenal dan menjadi market leader tentu saja NOKIA, HP sejuta umat dan menjadi idola...

Menaksir emas menggunakan loupe dan cap tanggungan

Menaksir Emas Menggunakan Loupe dan Cap Tanggungan. Juru Taksir dalam melaksanakan   tugasnya menggunakan alat yang disebut dengan loupe , atau kaca pembesar ( magnifying glasses ),   Jenis loupe ini bervariasi, ukuran loupe yang dipakai oleh juru taksir adalah loupe dengan kekuatan   minimal 10x triplet, artinya loupe ini memiliki tiga lensa yang dipadukan menjadi satu sehingga meminimalkan distorsi atau kaburnya pandangan mata. Fungsi loupe untuk pengujian emas adalah untuk melihat cap karatase atau dikenal dengan nama cap tanggungan, cap yang tertera di perhiasan emas, setiap produsen baik pabrikan atau toko emas selalu mencantumkan karatase emasnya di perhiasan yang dibuatnya, tidak seperti emas batangan yang karatasenya secara jelas tertulis di bagian luar emas batangan, untuk emas perhiasan tulisan emas ini biasanya sangat kecil sehingga memerlukan loupe untuk melihatnya. Pada umumnya cap tanggungan untuk cin...
BAGAIMANA CARA MENGUJI KARATASE EMAS Penetapan karatase pada umumnya oleh Penaksir di Pegadaian berdasarkan hasil analisa kimia, yaitu dengan menggosokkan emas pada batu uji untuk mendapatkan residu di atas batu, karena sifatnya yang larut dalam larutan aqua regia (air raja) maka residu yang tertinggal di batu uji tadi ditetesi   air uji yang terdiri dari air uji 1 berupa cairan asam nitrat (HNO3) dan air uji 2 berupa cairan HNO3 dicampur cairan asam chlorida (HCL), reaksi kimia yang terjadi inilah yang menentukan karatase emas tersebut. Misalnya untuk pengujian emas merah (emas dengan campuran tembaga), pertama kali hasil gosokan emas pada batu uji yang berbentuk garis akan ditetesi dengan air nitrat dan apabila garis emas tadi termakan oleh air nitrat berarti kadar emas tadi adalah 16 karat atau kurang, perbedaan karatasenya akan terlihat dari reaksinya, semakin cepat garis emas termakan oleh reaksi kimia maka akan semakin rendah kadar emas...