LITERASI KEUANGAN
Pada tanggal 19 November
2013 bertempat di Jakarta Convention Center, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dengan didampingi oleh ketua OJK Muliaman D. Hadad secara resmi
meluncurkan Cetak Biru Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia
(Stratnasliku).
|
Pada kesempatan tersebut
Direktur Utama dan Direktur Bisnis I Pegadaian ikut serta hadir menyaksikan
peluncuran cetak biru strategis nasional Literasi keuangan bersama seluruh CEO
lembaga jasa keuangan yang berada dibawah pengawasan OJK.
Dalam pembuatan
stratnasliku tersebut, Pegadaian tidak hanya berpartisipasi sebagai peserta namun juga secara aktif ikut
serta dalam Kelompok Kerja (Pokja) pembuatan buku Stratnasliku tersebut dan
pada acara tersebut presiden SBY juga menyebutkan peran Pegadaian dalam
industry jasa keuangan mengutip data data yang disampaikan oleh ketua OJK.
Apa itu Literasi Keuangan ?
Istilah
literasi keuangan mungkin istilah yang relatif baru kita dengar, sehingga
banyak yang bertanya apa yang dimaksud dengan Literasi Keuangan tersebut,
secara definisi Literasi Keuangan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian
proses atau kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (Skill) dan keyakinan (Confidence) konsumen maupun masyarakat agar mereka mampu mengelola keuangan
pribadi dengan lebih baik.
Tujuan
dari me-literasi masyarakat adalah sebagai konsumen dari produk dan jasa
keuangan, konsumen harus mengetahui mengenai, manfaat dan risiko dari produk,
serta hak dan kewajibannya sebagai konsumen sehingga konsumen dapat mengambil keputusan keuangan yang lebih baik,
sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya, nasabah harus diberi penjelasan tidak
hanya mengenai kemudahan dan kecepatan proses Gadai, namun juga harus
dijelaskan mengenai kewajibannya untuk membayar sewa modal, biaya proses lelang
serta kemungkinan turunnya nilai barang jaminan emas pada saat dilakukan
lelang, sehingga nasabah tidak merasa dirugikan karena kurangnya informasi pada
saat awal menjadi pengguna jasa Gadai.
Selanjutnya
konsumen juga harus memiliki keterampilan dan kemampuan minimal yang diperlukan
dalam penggunaan suatu jasa keuangan, misalnya bagi nasabah Pegadaian KCA maka petugas
front office harus memberitahukan secara jelas kepada nasabah bagaimana
sewa modal dihitung. Peningkatan keterampilan tersebut dapat juga dilakukan
dalam bentuk kegiatan edukasi kepada masyarakat, terkait dengan aktifitas
edukasi tersebut Pegadaian juga sudah aktif ikut serta dalam kegiatan edukasi
yang diselenggarakan oleh OJK, yaitu dalam bentuk Bioskop Keliling, Wayang
Keliling dan Ludruk Keliling, aktifitas Pegadaian dalam kegiatan edukasi
tersebut sudah mendapat apresiasi yang sangat baik dari OJK karena booth-nya
menarik, cuci emas gratisnya dan pegawai Pegadaian yang ramai dan akrab dengan
pengunjung
Konsumen
juga harus diberi keyakinan dan percaya bahwa lembaga jasa keuangan melakukan
tata kelola yang baik dalam melakukan kegiatan keuangan karena kegiatan usaha
lembaga jasa keuangan tersebut diawasi oleh regulator untuk melindungi kepentingan
konsumen. Terkait dengan perlindungan konsumen tersebut, OJK sudah membuat 5
draft peraturan OJK yang terkait dengan perlindungan konsumen dan peraturan
tersebut jika sudah diterbitkan akan mengikat bagi Pegadaian.
Mengapa Literasi keuangan diperlukan ?
Di
Indonesia, lemahnya pengawasan dan rendahnya literasi keuangan masyarakat
menyebabkan timbulnya beragam jenis investasi bodong yang menimbulkan kerugian
besar bagi konsumen, misalnya yang dilakukan oleh Raihan Jewellery dalam bentuk
kontrak futures semu berbasis emas. Dana masyarakat yang berhasil dijaring oleh
Raihan Jewellery termasuk fantastis, yaitu sebesar Rp, 13,2 triliun dari
penjualan 2,2 ton emas, dengan janji kepada nasabah akan mendapatkan cash back
1,5 % - 2% perbulan selama masa kontrak namun akhirnya investor pada raihan
kehilangan seluruh investasinya karena cara Bisnis yang tidak jujur dan tidak
bertangung jawab tersebut. Dengan adanya
edukasi yang benar seharusnya tidak terjadi Bisnis yang menimbulkan kerugian
dan pemiskinan masyarakat tersebut.
Kelemahan
dalam pengawasan sektor keuangan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, namun
juga terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat. sekalipun, pada saat terjadi krisis Subprime Mortgage, suntikan dana pemerintah ke perusahaan perusahaan Wall Street, hampir tidak ada yang menetes kepada nasabah, suntikan tersebut lebih
banyak dinikmati oleh banker melalui gaji dan bonus yang tinggi, berdasarkan
pengalaman tersebut maka AS dibawah Barack Obama menerbitkan undang undang reformasi
keuangan yang didalamnya juga mengatur perlindungan konsumen yang lebih baik,
tindakan ini adalah dalam rangka memulihkan kepercayaan konsumen terhadap
lembaga keuangan.
Dengan
melakukan literasi keuangan maka masyarakat akan memliki kemampuan untuk dapat
memahami dan mengevaluasi informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan
dengan memahami konsekuensi finansial yang ditimbulkan.
Berdasarkan
berbagai hasil penelitian diketahui bahwa semakin tinggi tingkat literasi
keuangan akan semakin banyak masyarakat yang akan menggunakan produk dan jasa
keuangan, konsekuensinya adalah semakin
tinggi pula potensi transaksi keuangan yang terjadi sehingga mendorong
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun menciptakan pemerataan pendapatan
dan keadilan.
Bagaimana
Tingkat Literasi Keuangan di Indonesia.
Indonesia
merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk di atas rata rata
pertumbuhan penduduk dunia, pertumbuhan penduduk Indonesia periode 1971 – 2010
mencapai 1,78 % per tahun, lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk dunia
yang mencapai 1,61%, sebesar 142,54 juta jiwa (59,98%) dari penduduk Indonesia
berada pada usia produktif ( 15 – 54 tahun ) yang merupakan segmen sangat
potensial bagi produk jasa keuangan.
Dilihat
dari sisi pendapatan per kapita maka masyarakat Indonesia mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat, pada tahun 2000 pendapatan nasional masih sekitar Rp. 6,8
juta dan pada tahun 2012, pendapatan perkapita penduduk
Indonesia mencapai Rp. 33,9 juta pertahun, berarti naik lima kali lipat.
Namun
kenaikan pendapat per kapita tersebut belum tercermin dalam tingkat literasi
masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan, hal ini terlihat dari data sbb. :
Indeks Literasi Sektor Jasa Keuangan :
Perbankan
|
Asuransi
|
Pegadaian
|
Pembiayaan
|
Dana Pensiun
|
Pasar Modal
|
|
Well Literate
|
21,80 %
|
17,84 %
|
14,85 %
|
9,80 %
|
7,13 %
|
3,79 %
|
Sufficient Literate
|
75,44%
|
41,69 %
|
38,89 %
|
17,89 %
|
11, 74 %
|
2,40 %
|
Less Literate
|
2,04 %
|
0,68 %
|
0,83 %
|
0,21 %
|
0,11 %
|
0,03 %
|
Not Literate
|
0,73 %
|
39,80 %
|
45,44 %
|
72,10 %
|
81,03 %
|
81,03 %
|
Utilitas
|
57,28 %
|
11,81 %
|
5,04 %
|
6,33 %
|
1,53 %
|
0,11 %
|
Pengertian
tabel diatas adalah, untuk jasa Pegadaian,
ada 15 dari 100 orang yang mengetahui jasa Pegadaian dengan tingkat Well Literate, kalau kita bandingkan dengan lembaga keuangan lainnya, tingkat
literasi masyarakat terhadap jasa Pegadaian sudah cukup baik.
Untuk
tingkat Utilitas, yaitu tingkat penggunaan maka terlihat hanya 5 orang dari 100
orang penduduk yang menggunakan jasa Pegadaian, dibandingkan perbankan dengan
tingkat utilitas yang mencapai 57 % maka tingkat utilitas Pegadaian masih
sangat rendah, namun perlu difahami
mengapa tingkat utilitas perbankan lebih tinggi dari tingkat Well Literate-nya, karena banyak dari masyarakat yang menggunakan jasa Perbankan
karena menjadi karyawan, misalnya karyawan Pegadaian sendiri yang pembayaran
penghasilannya langsung ditransfer ke rekening Bank meskipun mungkin tidak
begitu memahami mengenai manfaat, risiko, hak dan kewajibannya sebagai nasabah
bank tersebut.
Bagaimana Upaya untuk Meningkatkan Literasi Keuangan.
Untuk
meningkatkan tingkat literasi keuangan maka Otoritas Jasa Keuangan sebagai
Lembaga Pengawas Lembaga Keuangan sebagaimana dijelaskan diatas membuat cetak
biru strategi Literasi Keuangan Indonesia, Inti dari cetak biru strategi
literasi keuangan tersebut adalah terletak pada tiga pilar, yaitu : edukasi dan
kampanye nasional, penguatan infrastruktur, pengembangan produk dan jasa
keuangan.
Dengan
melaksanakan Literasi Keuangan diharapkan terjadi peningkatan utilitas jasa
keuangan yang pada akhirnya memberikan kemakmuran bagi bangsa Indonesia.
Pengertian :
Well Literate, memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa
keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk jasa keuangan.
Sufficient Literate, memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa
keuangan.
Less Literate, Hanya memiliki pengetahuan
tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan.
Not Literate, Tidak memiliki pengetahuan
dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
serta tidak memeiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa
keuangan.
|
Komentar
Posting Komentar