Latar Belakang Ilmu
Manajemen Risiko
Syahrul Rusli
Membuat keputusan yang baik
dalam menghadapi ketidakpastian sudah dimulai sejak awal keberadaan manusia
karena sejak hadir dimuka bumi maka manusia sudah berhadapan dengan
ketidak pastian, manusia dapat
bertahan dan mengembangkan kebudayaannya adalah karena kemampuannya mengembangkan naluri untuk
bertahan terhadap terhadap ketidakpastian atas berbagai perubahan yang
terjadi, Kemampuan “genetic expression” tersebut hanya dimiliki oleh makhluk
Homo sapiens .
Dalam banyak peradaban yang lahir dimuka bumi, terdapat berbagai cara
dalam menghadapi ketidakpastian yang diterjemahkan dalam istilah yang disebut dengan kesialan atau ketidak
beruntungan. Upaya menghadapi
ketidakpastian dalam berbagai budaya diwujudkan dalam
berbagai cara, budaya Yunani kuno mengenal persembahan korban kepada para dewa dan
dewi untuk memohon keberhasilan atau dijauhkan dari bencana, cara berpikir mitologis dalam
menjelaskan segala sesuatu merupakan hal yang menjadi dasar dalam menghadapi
setiap kejadian, dalam budaya suku Maya dilakukan ritual pengorbanan kepada
dewa dilakukan untuk mencegah kegagalan dalam bercocok tanam, dalam berbagai
budaya kuno upaya untuk memprediksi
keberhasilan dengan melakukan ramalan bintang atau melalui ramalan dukun juga sangat
lazim ditemukan.
Pada perkembangannya peradaban manusia berkembang dengan menciptakan bahasa tertulis, yang menurut catatan sejarah pertama kali ditemukan
oleh bangsa bangsa bangsa
Mesopotamia, Sumeria, Mesir dan Fenisia, dengan bahasa tulisan ini mereka dapat
menyampaikan pengetahuan yang sudah dimiliki
untuk disampaikan ke masa
depan.
Bangsa Yunani dan Romawi klasik berhasil mendapatkan kemajuan
dengan mengembangkan informasi masa lalu untuk memprediksikan masa depan , informasi tertulis dari masa
lalu diekstrapolasi menjadi prediksi rasional bagi masa depan, pada tahun 585 SM, filsuf Yunani Thales menggunakan
pengamatannya, data tertulis dari masa lalu
untuk memprediksi terjadinya gerhana matahari. Filsuf
Thucydides, pada awal 400-an SM mengusulkan apa yang disebut dengan “new
penetrating realism” teori yang
pada dasarnya “menggeser
peranan para dewa untuk menjelaskan suatu kejadian” Thucydides tertarik dengan analisa
mengenai kesenjangan (Gap) antara
harapan dan hasil, rencana dengan apa
yang terjadi, Thucydides ini dapat disebut sebagai bapak manajemen risiko.
Namun teori yang belum dapat diterima pada zamanya tersebut bertentangan dengan
keyakinan pada masa itu karena dianggap menentang kuasa ilahi.
Peter Bernstein dalam bukunya Against the Gods menyatakan bahwa manajemen risiko muncul hanya ketika orang
percaya bahwa mereka sampai tingkat tertentu adalah agen bebas , dengan melakukan
pengolahan data dan ditambah dengan kemampuan menggunakan pengalaman dan data
ke dalam angka dan menjadikannya suatu probabilitas maka kita bisa memprediksi
masa depan alternatif. Buku Peter
Bernstein adalah mengeksplorasi
pengembangan konsep bahwa risiko
merupakan probabilitas dari ancaman dan
kesempatan, dengan kemampuan mengamati masa lalu maka kita dapat
memperkirakan kemungkinan masa depan.
Orang-orang yang pertama kali
memperkenalkan ide-ide pengukuran
probabilitas, diantaranya adalah: Leonardo Pisano (yang memperkenalkan angka
Arab) Luca Paccioli (pembukuan double-entry) Girolamo Cardano (mengukur
probabilitas dadu), Blaise Pascal (
probabilitas dari peristiwa) John Graunt (tabel statistik) Daniel Bernoulli
(konsep utilitas) Jacob Bernoulli ("hukum bilangan besar") Abraham de
Moivre (kurva lonceng dan deviasi standar) Thomas Bayes (inferensi statistik)
Francis Galton (regresi untuk mean) Jeremy Bentham (hukum penawaran dan
permintaan).
Bernstein mengembangkan pendekatan
yang lebih menekankan unsur
kuantitatif untuk mengukur probabilitas, bernstein menjelaskan ". . . Setiap keputusan yang berkaitan
dengan risiko melibatkan dua elemen berbeda namun tak terpisahkan yaitu fakta-fakta objektif dan subjektif ", bernstein mengemukakan bahwa Inti dari manajemen risiko adalah
"terletak pada kemampuan untuk
memaksimalkan bagian dimana kita
memiliki kontrol atas hasilnya dan meminimalkan bagian dimana kita sama sekali tidak memiliki kontrol atas
hasilnya dan bagian dimana hubungan antara sebab dan akibat yang tidak dapat
kita ketahui ". Manajemen risiko adalah salah satu ide yang logis,
konsisten, dan merupakan disiplin ilmu mengenai
pendekatan untuk ketidakpastian akan masa depan, memungkinkan kita untuk hidup lebih bijaksana
dan produktif, menghindari pemborosan yang tidak perlu terkait dengan sumber
daya.
Beberapa kejadian yang mendorong orang
untuk lebih memperhatikan manajemen risiko adalah berbagai risiko yang ditimbulkan oleh perang regional,
perang lokal di Somalia yang telah meningkatkan jumlah pembajakan oleh bajak
laut terhadap kapal kapal yang melintasi laut Arab, kebangkutan berbagai
perusahaan dalam skala besar dunia seperti
Lehman Brother, Enron dan Bear and stearn yang dipicu oleh kegagalan
mengidentifikasi risiko dari krisis
ekonomi mematahkan persepsi “too big too
fall” yang selama ini diyakini, kegagalan Kodak untuk bertahan dan
kemunduran NOKIA karena kesalahan memahami selera pasar atau sebagaimana
terjadi di Indonesia pada saat Krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan
banyaknya bank bank mengalami kebangkrutan serta berbagai bencana alam yang
terjadi seperti gempa bumi yang sering terjadi serta bencana skala besar
sebagaimana tsunami yang melanda Aceh, berbagai kejadian tersebut merangsang
penelitian tentang berbagai penyebab, efek, dan prediksi, dan penelitian tersebut menjadi evolusi dalam ilmu manajemen risiko.
Beberapa Kejadian lain dan tulisan setelah tahun 2000 yang mempengaruhi
perkembangan ilmu Manajemen Risiko adalah sbb. ;
- Aksi terorisme 11 September 2001 yang meruntuhkan gedung Empires State Building di Amerika Serikat.
- Keruntuhan Enron yang kembali mengingatkan dunia mengenai pemahaman “ nothing is too big for collapse” , kehancuran Enron membangkitkan kembali arti penting dari Manajemen Risiko.
- PRMIA, the Professional Risk Manager’s International Association, dimulai dari Amerika Serikat dan Inggris pada tahun 2008, memiliki anggota tetap sebanyak 2500 anggota dan 48,000 associate members. PRMIA merupakan sponsor atas program eksaminasi sertifikasi global.
- the Sarbanes-Oxley Act, undang undang yang dikeluarkan oleh kongres AS sebagai tanggapan atas keruntuhan Enron dan skandal finansial lainnya yang harus diterapkan kepada semua perusahaan public. Sarbox merupakan kombinasi antara manajemen risiko dengan pengelolaan kepatuhan terhadap regulasi. Sebagaian orang melihat Sarbox Act sebagai langkah mundur mundur karena hanya melihat sisi negatif dari risiko, sementara sebagian orang melihat hal tersebut sebagai pendorong bagi penerapan manajemen risiko pada level direksi dan komisaris.
- Pada tahun 2004 The Basel Committee on Banking Supervision menerbitkan the Basel II Accords, yang merupakan perluasan dari global capital guidelines kedalam operational risk (Basel I mencakup credit and market risks). Banyak pengamat berpendapat bahwa dengan mengadopsi guidelines yang diterapkan oleh BASEL 2 akan dapat mengurangi risiko pada lembaga keuangan dimana risiko tersebut jika tidak dikelola akan dapat menyebabkan risiko yang sistemik.
- Pada tahun 2005 kelompok kerja The International Organization for Standardization membuat sebuah kelompok kerja yang bertujuan untuk menetapkan sebuah standar (guidelines) bagi definisi, pelaksanaan dan praktek manajemen risiko, hasil dari tim kerja tersebut telah dipublikasikan pada tahun 2009 dan dikenal sebagai standar ISO 31000.
- Pada tahun 2007, Nassim Nicolas Taleb menulis buku The Black Swan, buku yang bercerita mengenai kondisi dimana dunia yang didominasi oleh ekstremitas, ketidak tahuan dan kondisi yang sulit diperkirakan.
- Pada tahun 2008 The United States Federal Reserve melakukan bailout atas Bear Stearns yang memunculkan pandangan mengenai kegagalan manajemen risiko konvensional pada lembaga keuangan.
Contoh Kegagalan Perusahaan Mengidentifikasi Risiko
Kegagalan perusahaan
mengidentifikasi risiko dapat menyebabkan kebangkrutan, hal tersebut dialami
oleh perusahaan besar seperti Bear Stearns (BS) sebuah Bank Investasi dalam
pasar credit default swap, dealer utama pada pasar obligasi, dan rekanan utama
sejumlah perusahaan di Wall Street. Bear Strearns mengalami permasalahan yaitu
krisis kredit macet yang semakin masif, kondisi ini membuat tidak adanya lembaga keuangan/ bank besar
yang bersedia untuk menyalurkan kredit
yang sangat diperlukan oleh bearns stearns untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Kesulitan finansial yang dipicu oleh ketidak layakan kredit Bear Stearns dan
publikasi negative yang disampaikan oleh lembaga yang prestisius seperti
Goldman Sachs menyebabkan timbulnya ketakutan bagi para nasabah dan investor
bahwa Bearn Stearns tak akan mampu memenuhi kewajibannya, kondisi tersebut memicu penarikan dana secara massif dan
tiba-tiba, Bear Strearns menghabiskan cadangan likuiditas sebesar 17 miliar
Dollar AS dalam waktu kurang dari tiga hari untuk memenuhi kewajibannya,
kondisi yang menyebabkan harga sahamnya
merosot drastis hingga membawa kebangkrutan.
Kegagalan dalam
mengidentifikasi risiko dapat menjadi penyebab kebangkrutan, BS di
Amerika serikat Serikat berakar pada besarnya gelembung kredit yang dikucurkan
ke perumahan. Harga rumah di Amerika serikat, rata-rata turun hampir 5 persen.
Banyak analis yang memprediksi bahwa harga akan turun lagi sebesar 10 persen,
di mana hal tersebut akan menyebabkan penurunan harga rumah secara kumulatif
dalam depresi ini. Bahkan di negara lain dampaknya bisa lebih buruk.
Dua perusahaan tersebut ambruk
karena berani memberikan utang kepada orang-orang yang beresiko tinggi dalam
masa-masa kejayaan ekonomi.
Pengertian Subprime
Mortgage Loan Subprime mortgage loan di Amerika diberikan kepada
konsumen yang memiliki kelayakan kredit kurang dari cukup. Salah satu cara
mengukur kelayakan kredit konsumen dilakukan dengan cara melihat credit
score. Sistem pemberian KPR di Amerika sangat bergantung terhadap credit
score yang dikeluarkan oleh perusahaan credit scoring Semakin rendah credit score
(FICO<620), semakin kurang kelayakan dari konsumen tersebut mendapatkan KPR
mengakibatkan banyak KPR
dengan fitur berisiko tinggi yang disetujui untuk konsumen yang tidak layak.
Dengan menurunnya pertumbuhan sektor perumahan semenjak awal 2006 yang ditandai
dengan menurunya peningkatan harga rumah dan meningkatnya suku bunga KPR,
banyak konsumen KPR di pasar ini yang mengalami kesulitan membayar angsuran dan
kemudian dinyatakan gagal bayar.
Komentar
Posting Komentar