Langsung ke konten utama

Manajemen Risiko di Era Disrupsi


Manajemen Risiko
Sumber : Enterprise Risk Management, John Fraser and Betty J.Simkins , willey.




Bagaimana mengambil keputusan yang benar dalam menghadapi ketidakpastian sudah menjadi kemampuan yang dibawa oleh  manusia sejak hadir dimuka bumi, karena sejak lahir manusia sudah mengembangkan naluri untuk bertahan.  Naluri yang disebut sebagai “genetic expression” ini hanya dimiliki oleh makhluk Homo Sapien,  sebagaimana disampaikan oleh Charles Darwin bahwa makhluk yang paling mampu ber-adaptasi yang mampu bertahan bukan makhluk yang terbesar dan terkuat. Genetic expression ini yang menyebabkan manusia mampu menciptakan budaya tinggi dan berkembang.
Dalam banyak peradaban yang lahir dimuka bumi, terdapat berbagai cara dalam menghadapi ketidakpastian yang diterjemahkan dalam istilah yang disebut dengan kesialan atau ketidak beruntungan. Upaya menghadapi ketidakpastian  dalam berbagai budaya diwujudkan dalam berbagai cara, budaya Yunani kuno mengenal persembahan korban kepada para dewa dan dewi untuk memohon keberhasilan atau dijauhkan dari bencana,  cara berpikir mitologis dalam menjelaskan segala sesuatu merupakan hal yang menjadi dasar dalam menghadapi setiap kejadian, dalam budaya suku Maya dilakukan ritual pengorbanan kepada dewa dilakukan untuk mencegah kegagalan dalam bercocok tanam, dalam berbagai budaya kuno di Indonesia pun kita mengenal upaya untuk memprediksi keberhasilan dengan melakukan ramalan bintang atau melalui ramalan dukun

Pada perkembangannya peradaban manusia  berkembang dengan menciptakan bahasa tertulis,   yang menurut catatan sejarah pertama kali ditemukan oleh bangsa bangsa bangsa Mesopotamia, Sumeria, Mesir dan Fenisia, dengan bahasa tulisan ini mereka dapat menyampaikan pengetahuan yang sudah dimiliki  generasi sebelumnya untuk disampaikan ke generasi  masa depan.  
Kemudian Bangsa Yunani dan Romawi klasik berhasil mendapatkan kemajuan dengan mengembangkan informasi masa lalu untuk memprediksikan  masa depan.  Informasi tertulis dari masa lalu diekstrapolasi menjadi prediksi rasional bagi masa depan, pada tahun  585 SM, filsuf Yunani Thales berhasil menggunakan pengamatan dan data tertulis dari masa lalu  untuk memprediksi terjadinya gerhana matahari.

Filsuf  Thucydides, pada awal 400-an SM mengusulkan apa yang disebut dengan  “new penetrating realism”   teori yang pada dasarnya mengembangkan logika untuk “ menggeser peranan para dewa untuk menjelaskan suatu  kejadian ”.  Thucydides mengembangkan analisa mengenai  kesenjangan (Gap) antara harapan dan hasil,  antara rencana dengan apa yang terjadi,  Thucydides ini  dapat disebut sebagai bapak manajemen risiko. Namun pada masanya teori yang disampaikannya tersebut bertentangan dengan keyakinan pada masa itu dan dianggap menentang kuasa ilahi.
Peter Bernstein dalam bukunya Against the Gods menyatakan bahwa  manajemen risiko muncul hanya ketika orang percaya bahwa mereka sampai tingkat tertentu adalah agen bebas , dengan melakukan pengolahan data dan ditambah dengan kemampuan menggunakan pengalaman dan data ke dalam angka dan menjadikannya suatu probabilitas maka kita bisa memprediksi masa depan .  Peter Bernstein mengeksplorasi  pengembangan konsep kuantitatif bahwa  risiko merupakan probabilitas dari  ancaman dan kesempatan, dengan kemampuan mengamati masa lalu maka kita dapat memperkirakan  kemungkinan masa depan.

Bernstein menjelaskan  ". . . Setiap keputusan yang berkaitan dengan risiko melibatkan dua elemen berbeda namun tak terpisahkan yaitu  fakta-fakta objektif dan subjektif  ", bernstein mengemukakan bahwa  Inti dari manajemen risiko adalah "terletak pada kemampuan untuk  memaksimalkan bagian  dimana kita memiliki kontrol atas hasilnya dan meminimalkan bagian dimana  kita sama sekali tidak memiliki kontrol atas hasilnya dan bagian dimana hubungan antara sebab dan akibat yang tidak dapat kita ketahui ".

Dalam implementasinya manajemen risiko harus mampu membuat analisa untuk ketidakpastian akan masa depan, membangun mitigasinya atas risiko yang mungkin timbul dari suatu kejadian dan memungkinkan manusia atau organisasi untuk mengambil kebijaksanaan yang sesuai dengan perubahan yang terjadi.

Kegagalan Kodak untuk bertahan dan kekalahan NOKIA di bisnis Handphone karena kesalahan memahami selera pasar yang dipicu oleh kegagalan mengidentifikasi risiko, atau kebangkrutan pada beberapa toko retail besar di Indonesia,  mematahkan persepsi “too big too fall” yang selama ini diyakini.

Berkembangnya teknologi digital atau Information and communication Technology (ICT) yang menimbulkan era disrupsi dapat menjadi pemicu bagi kebangkrutan sebagian perusahaan karena kalah bersaing dengan start up. Perkembangan Fintech yang merubah proses pinjam meminjam secara ekstrim dapat menimbulkan kebangkrutan pada lembaga keuangan dengan sistem konvensional jika tidak menemukan cara memenuhi permintaan pasarnya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

NOKIA di tahun 2008

Harga Pasar Handphone Melihat Daftar Harga Pasar Setempat (HPS) handphone (HP) triwulan II tahun 2008 yang dipakai sebagai dasar bagi Penaksir Pegadaian menetapkan nilai  taksiran barang jaminan handphone di tahun 2008 ini menjadi flashback bagaimana sengitnya persaingan   dalam bisnis handphone .  Dari belasan merek HP yang beredar di pasaran Indonesia pada masa tersebut dan kemudian tercatat dalam daftar barang yang diterima sebagai barang jaminan pada masa itu, pada saat sekarang mungkin hanya hanya Samsung LG dan Motorolla yang masih terlihat  di display outlet penjual HP, selebihnya sudah tidak lagi dikenal oleh generasi sekarang. Merek yang pada masanya cukup inovatif dan laku seperti Sony Ericson atau Siemens pada masa sekarang sudah tidak ada lagi, hanya tinggal kenangan bagi gen X dan tidak dikenal oleh Gen Millenial. P ada tahun 2008 ini HP yang paling terkenal dan menjadi market leader tentu saja NOKIA, HP sejuta umat dan menjadi idola...

Menaksir emas menggunakan loupe dan cap tanggungan

Menaksir Emas Menggunakan Loupe dan Cap Tanggungan. Juru Taksir dalam melaksanakan   tugasnya menggunakan alat yang disebut dengan loupe , atau kaca pembesar ( magnifying glasses ),   Jenis loupe ini bervariasi, ukuran loupe yang dipakai oleh juru taksir adalah loupe dengan kekuatan   minimal 10x triplet, artinya loupe ini memiliki tiga lensa yang dipadukan menjadi satu sehingga meminimalkan distorsi atau kaburnya pandangan mata. Fungsi loupe untuk pengujian emas adalah untuk melihat cap karatase atau dikenal dengan nama cap tanggungan, cap yang tertera di perhiasan emas, setiap produsen baik pabrikan atau toko emas selalu mencantumkan karatase emasnya di perhiasan yang dibuatnya, tidak seperti emas batangan yang karatasenya secara jelas tertulis di bagian luar emas batangan, untuk emas perhiasan tulisan emas ini biasanya sangat kecil sehingga memerlukan loupe untuk melihatnya. Pada umumnya cap tanggungan untuk cin...
BAGAIMANA CARA MENGUJI KARATASE EMAS Penetapan karatase pada umumnya oleh Penaksir di Pegadaian berdasarkan hasil analisa kimia, yaitu dengan menggosokkan emas pada batu uji untuk mendapatkan residu di atas batu, karena sifatnya yang larut dalam larutan aqua regia (air raja) maka residu yang tertinggal di batu uji tadi ditetesi   air uji yang terdiri dari air uji 1 berupa cairan asam nitrat (HNO3) dan air uji 2 berupa cairan HNO3 dicampur cairan asam chlorida (HCL), reaksi kimia yang terjadi inilah yang menentukan karatase emas tersebut. Misalnya untuk pengujian emas merah (emas dengan campuran tembaga), pertama kali hasil gosokan emas pada batu uji yang berbentuk garis akan ditetesi dengan air nitrat dan apabila garis emas tadi termakan oleh air nitrat berarti kadar emas tadi adalah 16 karat atau kurang, perbedaan karatasenya akan terlihat dari reaksinya, semakin cepat garis emas termakan oleh reaksi kimia maka akan semakin rendah kadar emas...