Persepsi terhadap merek
Kebetulan
minggu siang ini menjemput isteri dari Malang Di T2 Soetta, karena
lama menunggu jadinya numpang duduk di kursi calon penumpang taksi..Sekitar satu jam saya duduk menghadap barisan taksi, ada taksi
Diamond, eagle, Gading, Borobudur dan Express.. Sudah tentu si biru blue
bird..
Saya perhatikan barisan taxi non blue bird seperti mandeg.. Sedikit sekali bergeser antriannya.
Sementara bluebird sudah terus berganti mobilnya yang antri... Saya lihat di mesin antrian jumlah taxi bluebird yang jalan sudah 6 kali lipat jumlah non blue bird. Sepertinya akan terus bertambah ketimpangannya..
Karena calon penumpang terus saja memilih Blue Bird, saya kasihan melihat supir non blue bird yang berdiri menunggu penumpang yang hanya lewat...
Yang namanya jasa (service) sifatnya intangible, taxi adalah jasa transportasi, produknya tidak dapat dibawa pulang atau dimiliki, hanya dapat dinikmati selama transaksi terjadi.
Pelayanan tidak dapat disentuh (untouchable) dan tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan dan akan membekas di hati.
Sekali layanan yang diterima pelanggan tidak sesuai dengan yang diharapkan (perceived value), timbul gap yang menghasilkan rasa kecewa..
Menurut theory WOW marketingnya Hermawan Kertajaya, pada saat sekarang sebelum orang melakukan pembelian (act) mereka akan melakukan pencarian informasi (ask), pada era digital ini maka sumber informasi yang paling andal adalah di google, facebook, berbagai situs dan berbagai group peer, seperti WA group atau Line.
Berita positif dan negatif akan sangat mudah tersebar, sebagian menjadi viral dan ini membentuk persepsi dan menjadi referensi bagi calon pelanggan sebelum memutuskan melakukan pembelian.
Secara pribadi saya pernah merasakan kondisi dimana driver taxi non blue bird membawa mobil dengan sangat ngebut, sampai alarm kecepatan berulang kali bunyi tetapi diabaikan drivernya, driver yang menolak mengambil penumpang (saya) karena arahnya tidak sesuai dengan arah pulangnya dan yang paling parah drivernya ketiduran setelah jalan stagnant karena macet.
Semuanya membentuk persepsi saya terhadap suatu brand taxi dan layanannya, meskipun barangkali yang saya alami sifatnya kasuistis, tidak menggambarkan kebijakan perusahaan.
Namun jadi pelajaran untuk perusahaan membentuk budaya organisasi yang positif sehingga mendorong prilaku excellent bagi person yang terlibat dalam transaksi dan memberi keunggulan dalam industrinya. Seperti persepsi masyarakat terhadap Blue Bird.
Saya perhatikan barisan taxi non blue bird seperti mandeg.. Sedikit sekali bergeser antriannya.
Sementara bluebird sudah terus berganti mobilnya yang antri... Saya lihat di mesin antrian jumlah taxi bluebird yang jalan sudah 6 kali lipat jumlah non blue bird. Sepertinya akan terus bertambah ketimpangannya..
Karena calon penumpang terus saja memilih Blue Bird, saya kasihan melihat supir non blue bird yang berdiri menunggu penumpang yang hanya lewat...
Yang namanya jasa (service) sifatnya intangible, taxi adalah jasa transportasi, produknya tidak dapat dibawa pulang atau dimiliki, hanya dapat dinikmati selama transaksi terjadi.
Pelayanan tidak dapat disentuh (untouchable) dan tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan dan akan membekas di hati.
Sekali layanan yang diterima pelanggan tidak sesuai dengan yang diharapkan (perceived value), timbul gap yang menghasilkan rasa kecewa..
Menurut theory WOW marketingnya Hermawan Kertajaya, pada saat sekarang sebelum orang melakukan pembelian (act) mereka akan melakukan pencarian informasi (ask), pada era digital ini maka sumber informasi yang paling andal adalah di google, facebook, berbagai situs dan berbagai group peer, seperti WA group atau Line.
Berita positif dan negatif akan sangat mudah tersebar, sebagian menjadi viral dan ini membentuk persepsi dan menjadi referensi bagi calon pelanggan sebelum memutuskan melakukan pembelian.
Secara pribadi saya pernah merasakan kondisi dimana driver taxi non blue bird membawa mobil dengan sangat ngebut, sampai alarm kecepatan berulang kali bunyi tetapi diabaikan drivernya, driver yang menolak mengambil penumpang (saya) karena arahnya tidak sesuai dengan arah pulangnya dan yang paling parah drivernya ketiduran setelah jalan stagnant karena macet.
Semuanya membentuk persepsi saya terhadap suatu brand taxi dan layanannya, meskipun barangkali yang saya alami sifatnya kasuistis, tidak menggambarkan kebijakan perusahaan.
Namun jadi pelajaran untuk perusahaan membentuk budaya organisasi yang positif sehingga mendorong prilaku excellent bagi person yang terlibat dalam transaksi dan memberi keunggulan dalam industrinya. Seperti persepsi masyarakat terhadap Blue Bird.
Komentar
Posting Komentar