Langsung ke konten utama

Bisnis "Built to adapt"

The river on river Chocoluteca 

 

Barangkali Sebagian besar orang di Indonesia belum pernah mendengar nama sungai Choluteca, ini nama sungai yang berada di Honduras, negeri yang nun jauh  di Amerika Tengah. Negeri dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat, sering dilanda badai dan angin topan.

 

Untuk menghadapi kondisi alam yang tidak bersahabat ini maka pemerintah Honduras membangun jembatan yang kuat menghadapi cuaca ekstrim tersebut menyeberangi sungai Choluteca. Dibayarlah kontraktor dari Jepang untuk membangun jembatan ini di tahun 1996, dan dua tahun kemudian jembatan selesai dibangun.

 

Segera saja jembatan ini menghidupkan denyut ekonomi daerah sekeliling chocoluteca dan menjadi jembatan kebanggaan bagi masyarakat Honduras.

 

Sampai kemudian pada bulan Oktober di tahun 1998, terjadilah badai yang luar biasa besarnya menerjang daerah chocoluteca. Apa yang terjadi ? seluruh Kawasan disekitar Chocoluteca habis diterjang badai, banjir menerjang dan menelan apa saja di kawasan itu.

 

Setelah badai dan banjir berlalu jembatan chocoluteca masih berdiri kokoh, terbukti kontraktor Jepang tadi sudah membangun jembatan yang sanggup menghadapi cuaca ekstrim.

 

Namun daerah sekeliling jembatan sudah berubah, banjir sudah menghancurkan infrastruktur di sekitar jembatan. Jalan jalan sudah hilang ditelan banjir dan sungai kemudian membentuk aliran baru disisi jembatan.

 

Jadilah kemudian jembatan cocho menjadi jembatan “for nobody” dan “nowhere”, jembatan yang tidak bisa dipergunakan oleh siapapun dan terletak di lokasi yang antah barantah.

 

Apa hikmahnya dari ini semua ? ibaratnya jembatan choco tadi adalah perusahaan, karier atau bisnis kita, bersiaplah menghadapi perubahan yang terjadi di sekeliling kita. Bahwa karier kita juga tergantung dengan lingkungan, perusahaan juga memiliki ekosistem yang mempengaruhinya, tidak ada yang berdiri sendiri.

 

Metafora jembatan choco tadi menjelaskan kalaupun kita orang hebat sekalipun, kita hanya akan berfungsi dengan baik kalau disupport oleh orang disekeliling. Tantangan yang dihadapi adalah seringkali kita berfokus pada usaha “best solution” terhadap masalahnya, tanpa menyadari bahwa seringkali masalahnya yang berubah.

 

Jembatan Choco menjadi metafora yang relevan pada masa kini, bahwa kita tidak perlu berusaha “built to last” namun for nobody tetapi yang terpenting bisa “built to adapt”. Menjadi bagian yang bermanfaat dan saling mendukung bagi kerier dan perusahaan.

 

 

Sumber : The bridge on River Chocoluteca, prakas iyer.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pemeriksaan kas sekonyong konyong

Disaat masih menjadi pemeriksa muda di Inspektorat Wilayah Medan aku seperti biasa melakukan berbagai kunjungan pemeriksaan ke berbagai kantor cabang Pegadaian. Hari ini pemeriksaan di kantor cabang Pegadaian takengon selesai dilaksanakan, siang ini aku dan pak Sudrajat sebagai ketua team akan segera kembali ke Medan.  Ketua team ini orang sunda yang sangat baik dan seperti orang sunda lainnya, senang guyon, sehingga perjalanan jauh dari Medan ke Aceh yang ditempuh selama belasan jam ini tidak terasa membosankan. Tapi seperti orang sunda yang susah melafalkan beberapa huruf, begitu juga boss satu ini, salah satu yang paling aku ingat adalah kegagalannya mengucapkan kata “eksekutif”, beliau selalu mengucapkannya sebagai sekutip.   Karena sudah jadwalnya kembali ke Medan, Hati ini riang gembira serasa berteriak “hore.. hore, akhirnya tiba waktunya I’am coming home”. Tidak seperti sekarang dimana sewaktu waktu dapat video call dengan anak isteri, tahun 90-an ini kalau kangen sama keluarga

Arisan Emas Pegadaian.

Ingin berinvestasi emas ? kunjungi outlet outlet Pegadaian, sekarang investasi emas dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dibeli secara tunai di outlet Galeri 24 Pegadaian, dapat juga dengan cara arisan.

jalur sungai Banjarmasin to Palangkaraya

Jalur Sungai Banjarmasin – Palangkaraya. Kantor cabang Pegadaian di Palangkaraya pada tahun 1999 merupakan satu-satunya kantor cabang Pegadaian yang terletak di kota Palangkaraya, ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.   Pegadaian di Palangkaraya kurang bagus perkembangannya karena setelah beberapa tahun berdiri masih juga berstatus cabang kelas III, klasifikasi cabang terendah pada masa itu. Dibandingkan Pegadaian di wilayah Kalimantan Timur sangat jauh tertinggal, Pegadaian di wilayah Balikpapan telah tumbuh pesat.  Pada tahun 1998-2000 apabila kita ingin ke   kota Palangkaraya dari Banjarmasin salah satu alternative yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan sarana transportasi berupa speed boat . Setelah pengalaman buruk saya menggunakan angkutan darat maka saya lebih memilih selalu menggunakan angkutan sungai meskipun sebenarnya saya takut karena tidak bisa berenang sama sekali. Transportasi sungai Banjarmasin ke Palangkaraya ini akan melalui sungai-sungai Kuala Kapuas,