Langsung ke konten utama

Sejarah Gadai di Jepang

Sejarah Jasa Gadai di Jepang


Di jepang bisnis gadai ini sudah hadir sejak masa keshogunan Kamakura (1192-1333).  Dikenalnya Kanekashi (money lenders) ini bersamaan dengan masa mulai munculnya kasta Samurai. 

Di Jepang bisnis gadai sejak awal memang  hadir karena kebutuhan akan lembaga keuangan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Toko gadai menjalankan bisnisnya untuk mendapatkan keuntungan dan bukan karena alasan agama.  Di Eropa awal keberadaan Jasa Gadai adalah karena agama atau menghilangkan riba. 

Jumlah toko gadai meningkat dengan tajam pada era Meiji (1868-1912), bersamaan dengan hadirnya Lembaga keuangan modern seperti Bank di Jepang.   Pada awal abad ke 20 bisnis gadai ini sudah tersebar merata ke seluruh wilayah Jepang.

Pada tahun 1924 biro statistik Jepang mencatat ada 18.807 toko gadai atau 379 unit per prefektur. Jumlah toko gadai ini 2,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah Bank yang ada di Jepang pada saat itu. Jumlah toko gadai juga jauh lebih besar (66,5 kali) dibandingkan dengan usaha pinjaman personal (Personal Loan).

Pola pemberian pinjaman gadai untuk customer yang pertama kali melakukan peminjaman adalah dengan melalui mekanisme referral.  Customer yang pertama kali menggadaikan kolateralnya diminta untuk mendapatkan rekomendasi dari pelanggan eksisting. 

Untuk calon peminjam yang tidak memiliki rekomendasi maka akan dilakukan pengecekan tempat tinggal oleh staff dari toko gadai, untuk memastikan kalau barang yang digadaikan bukan barang curian. Namun toko gadai tidak akan melakukan penilaian terhadap kondisi keuangan, kepemilikan rumah atau Kesehatan dari calon peminjam.

Sebaliknya bagi customer yang sudah mendapatkan rekomendasi dapat langsung menanda tangani kontrak pinjaman tanpa ada pengecekan sebagaimana yang dilakukan untuk calon peminjam yang tidak memiliki rekomendasi.

Penetapan nilai taksiran untuk kolateral sama dengan proses gadai di berbagai negara lainnya. Kolateral dinilai berdasarkan harga pasar second hand. Perbedaan gadai di Jepang dengan negara lain adalah pada penjualan kolateral, kelebihan nilai jual dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh customer akan menjadi miliki dari toko gadai. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

pemeriksaan kas sekonyong konyong

Disaat masih menjadi pemeriksa muda di Inspektorat Wilayah Medan aku seperti biasa melakukan berbagai kunjungan pemeriksaan ke berbagai kantor cabang Pegadaian. Hari ini pemeriksaan di kantor cabang Pegadaian takengon selesai dilaksanakan, siang ini aku dan pak Sudrajat sebagai ketua team akan segera kembali ke Medan.  Ketua team ini orang sunda yang sangat baik dan seperti orang sunda lainnya, senang guyon, sehingga perjalanan jauh dari Medan ke Aceh yang ditempuh selama belasan jam ini tidak terasa membosankan. Tapi seperti orang sunda yang susah melafalkan beberapa huruf, begitu juga boss satu ini, salah satu yang paling aku ingat adalah kegagalannya mengucapkan kata “eksekutif”, beliau selalu mengucapkannya sebagai sekutip.   Karena sudah jadwalnya kembali ke Medan, Hati ini riang gembira serasa berteriak “hore.. hore, akhirnya tiba waktunya I’am coming home”. Tidak seperti sekarang dimana sewaktu waktu dapat video call dengan anak isteri, tahun 90-an ini kalau kangen sama keluarga

Arisan Emas Pegadaian.

Ingin berinvestasi emas ? kunjungi outlet outlet Pegadaian, sekarang investasi emas dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dibeli secara tunai di outlet Galeri 24 Pegadaian, dapat juga dengan cara arisan.

jalur sungai Banjarmasin to Palangkaraya

Jalur Sungai Banjarmasin – Palangkaraya. Kantor cabang Pegadaian di Palangkaraya pada tahun 1999 merupakan satu-satunya kantor cabang Pegadaian yang terletak di kota Palangkaraya, ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.   Pegadaian di Palangkaraya kurang bagus perkembangannya karena setelah beberapa tahun berdiri masih juga berstatus cabang kelas III, klasifikasi cabang terendah pada masa itu. Dibandingkan Pegadaian di wilayah Kalimantan Timur sangat jauh tertinggal, Pegadaian di wilayah Balikpapan telah tumbuh pesat.  Pada tahun 1998-2000 apabila kita ingin ke   kota Palangkaraya dari Banjarmasin salah satu alternative yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan sarana transportasi berupa speed boat . Setelah pengalaman buruk saya menggunakan angkutan darat maka saya lebih memilih selalu menggunakan angkutan sungai meskipun sebenarnya saya takut karena tidak bisa berenang sama sekali. Transportasi sungai Banjarmasin ke Palangkaraya ini akan melalui sungai-sungai Kuala Kapuas,