Value Proposition
Tata Nano merupakan mobil produk Tata Motor, salah satu dari the big four produsen mobil di India. Pada awal kelahirannya mendapatkan perhatian yang sangat besar dari publik dan diperkirakan akan sangat sukses masuk pasar India. Di negara yang tergolong miskin seperti India, memiliki mobil hanya akan menjadi impian bagi banyak orang. Pada umumnya masyarakat hanya mampu untuk membeli sepeda motor.
Mobil yang disebut sebagai “people car” ini setelah diluncurkan pada maret 2009 dengan potensi besar ternyata gagal memenuhi ekspektasi pasar. Penjualan mobil ini akhirnya tidak mampu mencapai target yang ditetapkan. Padahal mobil ini sudah memenuhi persyaratan untuk sukses, memiliki diferensiasi dan low cost.
Mengapa mobil yang secara konsep terlihat akan sukses ini ternyata gagal di pasar? salah satu faktor penyebabnya adalah kesalahan dalam memilih channel distribution. Tata adalah produsen mobil untuk kelas menengah hingga premium yang terkenal di India. Tata juga memiliki saluran distribusi dimana mobilnya dijual ke konsumen.
Tata kemudian menggunakan saluran distribusi atau show room besar yang dimilikinya untuk menjual mobil kelas menengah dan premiumnya ini untuk juga menjual Tata Nano, disinilah muncul masalahnya.
Target market Tata Nano adalah konsumen yang tadinya naik sepeda motor dan ingin beralih ke mobil. Konsumen kelas bawah ini ternyata enggan atau kurang pede masuk ke show room besar untuk membeli Tata Nano. Factor seperti ini juga mungkin yang menyebabkan gadai emas bank Syariah tidak berhasil mengeser dominasi Pegadaian di bisnis gadai, adanya reluctant segmen peminjam ratusan ribu datang ke bank.
Mobil Tata Nano ini kemudian mengalami pergeseran persepsi dari awalnya diciptakan oleh produsennya dengan value proposition “people car”, di pasar kemudian bergeser menjadi “cheapest car” atau identik dengan mobil tidak berkualitas.
Bagi generasi tahun 80-an di Indonesia mungkin pernah ingat dengan Mazda MR yang dijual dengan harga murah sebagai mobil rakyat (MR) ternyata juga gagal di pasar. Mobil MR ini dijual dengan harga murah, namun kemudian ternyata identik dengan mobil tidak berkualitas. Brand rakyat ternyata identic dengan orang susah, konsumen jadi enggan membelinya. akhirnya mobil ini “repackage value proposition” dengan nama baru Mazda Baby Boomer.
Perubahan value proposition ini timbul karena pembeli Tata Nano bergeser dari awalnya ditargetkan untuk masyarakat pengguna sepeda motor yang menginginkan mobil menjadi pemilik mobil yang membeli mobil kedua yang sangat murah.
Sementara target market masyarakat low income menjadi tidak terjangkau dari kesalahan pemilihan saluran distribusi ini. Ditambah dengan munculnya persepsi sebagai “cheapest car” menyebabkan konsumen segmen low income merasa tidak nyaman untuk membelinya.
Bagi masyarakat low income ini membeli mobil bukan hanya berarti tidak kepanasan dan kehujanan, tetapi juga menaikkan status sosialnya. Dengan gelar “cheapest car” pembelian mobil ini tidak menaikkan status sosial tapi terlihat seperti orang susah yang pansos. Untuk memahami perasaan ini seperti rasanya belanja di Mall naik Tata Nano parkir bersebelahan dengan Alphard.
Komentar
Posting Komentar