Kasus korupsi DJKA
Kasus yang terjadi di Direktorat Jenderal Perkereta Apian (DJKA) barangkali tidak spektakuler kalau dilihat dari potensi kerugian yang disampaikan oleh KPK, perkiraan kerugian “hanya” Rp. 14,5 miliar, recehan kalau membaca berita tuduhan terhadap transaksi mencurigakan di Kemenkeu.
Namun kalau dilihat dari skala keterlibatan dalam organisasinya, dimulai dari kantor pusatnya DJKA sampai ke berbagai kantor wilayahnya di Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, Sulawesi Selatan. Melibatkan Direktur hingga pejabat pelaksana tender. Kasus ini cukup massif bagi suatu organisasi.
Modusnya juga sudah ada sejak era tanam paksa, rekayasa pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh para pihak terlibat. merekayasa proses administrasi sampai penentuan pemenang tender. Dengan janji “advance fee’ sebesar 5% sd. 10% dari pemenang ke “orang dalam”. Fraud ini dapat digolongkan sebagai penyuapan (bribery) yang sukses.
Melihat kasus ini jika ditelisik dari frame fraud triangle, pelaku dapat melakukan modusnya karena merasa adanya opportunity. Sistem pengawasan yang tidak efektif menyebabkan mereka merasa aman untuk melakukan apa yang disebut sebagai occupational fraud, pejabat yang memanfaatkan jabatannya untuk menipu perusahaannya sendiri.
Penyuapan ini biasanya mirip dengan konsep ‘ponzy scheme”, aliran dana mengalir dari atas sampai pejabat kebawahnya. jka ada layer yang tidak kebagian atau tidak merasa adil, disinilah timbul “masalah”. Orang yang “masalah” ini biasanya menjadi sumber informasi awal bagi auditor, mungkin juga KPK dapat informasi awal dari yang tidak kecipratan.
Sistem internal control yang efektif harus menyediakan saluran bagi pihak yang ingin melaporkan adanya indikasi fraud ini melalui whistleblowing system.
Kalau organisasi sudah permisif dengan suatu penyimpangan maka akan menjadi rasionalisasi bagi anggota organisasi lainnya untuk melakukan hal yang sama. Ilegal gratitude atau menerima hadiah dengan alasan bahwa proses pengadaan sudah selesai, misalnya kasus DJKA yang menyebutnya sebagai THR secara teori tetap dianggap korupsi. Baik bagi penerima dan yang memberi masuk dalam kasus korupsi.
Komentar
Posting Komentar