Langsung ke konten utama

Kegagalan Liberalisasi Jasa Gadai

Jasa gadai pada awal kehadirannya di era kolonial ini dimiliki oleh pihak swasta.  Gadai oleh swasta ini menimbulkan efek yang merugikan bagi para buruh karena mereka menetapkan bunga yang sangat tinggi. 

Pada awal tahun 1820 Baron van der capellen yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Belanda kemudian berinisiatif untuk mengatur bisnis gadai ini dengan mengeluarkan peraturan yang menetapkan tarif bunga bagi pandhuis.

Peraturan bunga untuk melindungi konsumen gadai ditetapkan sebagai berikut :

- Bunga maksimal ditetapkan sebesar 6,5% per bulan untuk pinjaman kurang dari 1 guilder. 

- Untuk pinjaman sampai dengan 100 guilder bunga maksimum ditetapkan 3 %  per bulan. 

Bisnis gadai ini memang dibutuhkan dan menjadi solusi bagi masyarakat  Hindia Belanda, salah satunya karena praktis dan hanya sebagian kecil masyarakat yang memiliki akses ke Bank.

Perusahaan gadai semakin berkembang,  pada tahun 1869 jumlah rumah gadai di Hindia Belanda berjumlah 250 unit. Kemudian pada tahun 1879 sudah mengalami peningkatan menjadi 998 unit.

Pada tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda mengganti sistem openbar verpacht stelsel dengann licentie stelsel  sebagai usaha memperbaiki pengelolaan bisnis gadai.  Namun sistem lisensi ini juga tidak  cukup efektif mengendalikan tingkat bunga.  Tingkat bunga di rumah gadai meningkat hingga 10% per bulan.

Pada tahun 1880 dengan Staatblad Nomor 17, peraturan pacht stelsel dijalankan lagi dengan merevisi ketentuan sebelumnya. Perubahan tersebut mencakup pengaturan bunga sbb. :

1. Tingkat suku bunga pinjaman kecil ditetapkan sebesar 2,5% per 10 hari atau setara dengan 143 persen per tahunnya. 

2. Untuk pinjaman besar antara 75 sampai dengan 100 guilder tingkat suku bunga ditetapkan sebesar 3 % per bulan.

Kegagalan liberalisasi pengelolaan gadai ini tercermin dari tidak terkendalinya tingkat bunga gadai. Terjadi disparitas yang sangat besar antara pemilik modal yang juga memiliki akses ke sumber dana dengan bunga yang harus dibayarkan oleh konsumen.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

pemeriksaan kas sekonyong konyong

Disaat masih menjadi pemeriksa muda di Inspektorat Wilayah Medan aku seperti biasa melakukan berbagai kunjungan pemeriksaan ke berbagai kantor cabang Pegadaian. Hari ini pemeriksaan di kantor cabang Pegadaian takengon selesai dilaksanakan, siang ini aku dan pak Sudrajat sebagai ketua team akan segera kembali ke Medan.  Ketua team ini orang sunda yang sangat baik dan seperti orang sunda lainnya, senang guyon, sehingga perjalanan jauh dari Medan ke Aceh yang ditempuh selama belasan jam ini tidak terasa membosankan. Tapi seperti orang sunda yang susah melafalkan beberapa huruf, begitu juga boss satu ini, salah satu yang paling aku ingat adalah kegagalannya mengucapkan kata “eksekutif”, beliau selalu mengucapkannya sebagai sekutip.   Karena sudah jadwalnya kembali ke Medan, Hati ini riang gembira serasa berteriak “hore.. hore, akhirnya tiba waktunya I’am coming home”. Tidak seperti sekarang dimana sewaktu waktu dapat video call dengan anak isteri, tahun 90-an ini kalau kangen sama keluarga

Arisan Emas Pegadaian.

Ingin berinvestasi emas ? kunjungi outlet outlet Pegadaian, sekarang investasi emas dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dibeli secara tunai di outlet Galeri 24 Pegadaian, dapat juga dengan cara arisan.

jalur sungai Banjarmasin to Palangkaraya

Jalur Sungai Banjarmasin – Palangkaraya. Kantor cabang Pegadaian di Palangkaraya pada tahun 1999 merupakan satu-satunya kantor cabang Pegadaian yang terletak di kota Palangkaraya, ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.   Pegadaian di Palangkaraya kurang bagus perkembangannya karena setelah beberapa tahun berdiri masih juga berstatus cabang kelas III, klasifikasi cabang terendah pada masa itu. Dibandingkan Pegadaian di wilayah Kalimantan Timur sangat jauh tertinggal, Pegadaian di wilayah Balikpapan telah tumbuh pesat.  Pada tahun 1998-2000 apabila kita ingin ke   kota Palangkaraya dari Banjarmasin salah satu alternative yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan sarana transportasi berupa speed boat . Setelah pengalaman buruk saya menggunakan angkutan darat maka saya lebih memilih selalu menggunakan angkutan sungai meskipun sebenarnya saya takut karena tidak bisa berenang sama sekali. Transportasi sungai Banjarmasin ke Palangkaraya ini akan melalui sungai-sungai Kuala Kapuas,