Langsung ke konten utama

pemeriksaan kas sekonyong konyong

Disaat masih menjadi pemeriksa muda di Inspektorat Wilayah Medan aku seperti biasa melakukan berbagai kunjungan pemeriksaan ke berbagai kantor cabang Pegadaian. Hari ini pemeriksaan di kantor cabang Pegadaian takengon selesai dilaksanakan, siang ini aku dan pak Sudrajat sebagai ketua team akan segera kembali ke Medan. 

Ketua team ini orang sunda yang sangat baik dan seperti orang sunda lainnya, senang guyon, sehingga perjalanan jauh dari Medan ke Aceh yang ditempuh selama belasan jam ini tidak terasa membosankan. Tapi seperti orang sunda yang susah melafalkan beberapa huruf, begitu juga boss satu ini, salah satu yang paling aku ingat adalah kegagalannya mengucapkan kata “eksekutif”, beliau selalu mengucapkannya sebagai sekutip.  

Karena sudah jadwalnya kembali ke Medan, Hati ini riang gembira serasa berteriak “hore.. hore, akhirnya tiba waktunya I’am coming home”. Tidak seperti sekarang dimana sewaktu waktu dapat video call dengan anak isteri, tahun 90-an ini kalau kangen sama keluarga harus terlebih dahulu  mencari wartel untuk menelfon, tidak jarang harus antri cukup lama sebelum dapat giliran. terlebih lagi karena mahal, mata selalu memonitor pergerakan biayanya yang ditampilkan di layar LCD.

“ ayo bang adi, kita siap siap kembali ke medan, udah ngopi kan ? “

“ baik pak, aku sudah ngopinya, supaya aman kita sampai medan” jawab bang adi, supir mobil dinas yang mengantarkan kami selama tourne ini dengan logat anak medannya. Di medan ini banyak sekali keturunan Jawa tetapi sudah berlogat medan, mereka ini disebut dengan Pujakesuma, putra jawa kelahiran sumatera. 

Pujakesuma ini keturunan dari koeli kebon yang dibawa oleh pemerintahan kolonial untuk bekerja di berbagai perkebunan karet miliknya di wilayah di sumatera utara. Meskipun diawalnya mereka membentuk perkampungan sendiri ditengah kebun karet, namun lama kelamaan keturunannya sudah berbaur dengan masyarakat sekitarnya, meskipun namanya masih berbau Jawa namun mereka sudah berkomunikasi dengan logat anak medan, hanya sedikit anak cucunya yang bisa berbahasa jawa dengan baik.

Kami berangkat sudah lima hari yang lalu dari Medan, setelah mampir makan sop tulang sum sum  yang legend di kuala simpang, kami lanjut  ke cabang Langsa untuk melakukan pemeriksaan. Alhamdulillah disini hanya ada beberapa temuan yang sifatnya administratif.

Dari langsa kami melanjutkan pemeriksaan ke cabang Takengon, setelah lima hari berkeliling akhirnya pulang ke rumah bertemu dengan si buah hati merupakan momen yang membahagiakan. Waktu itu aku masih memiliki satu orang puteri balita yang cantik dan selalu terbayang di pelupuk mata setiap kali tourney.

Di Takengon kami menginap di salah satu hotel yang menghadap ke danau laut tawar, dari jendela kamar terlihat permukaan danau ini tenang sekali dan nun dikejauhan nampak ada nelayan dengan perahu kecilnya sedang menjala ikan.   Kota ini memiliki suhu yang jauh lebih sejuk dibandingkan kota lainnya di aceh karena berada di dataran tinggi, rerata suhunya hanya sekitar 20º celcius. Di wilayah ini penduduknya banyak yang berkebun kopi. 

Bulan depan rencananya kami akan kembali lagi melakukan pemeriksaan di beberapa cabang wilayah Aceh. Apa yang selalu aku senangi kalau ke Aceh ? sarapan nasi gurih pakai gulai bebek sambil ngupi, secangkir kupi sudah bisa membuat mata melek sepanjang hari. Tapi banyak yang bilang kalau ngupi di aceh jauh lebih enak daripada membeli bubuk kopinya dan diseduh sendiri di rumah.

Kupi gayo begitu orang menyebut kopi yang berasal dari Takengon, ngupi bukan hanya sekedar minuman tapi sudah menjadi gaya hidup di Aceh. Menyeduh kupi pun sudah menjadi seni yang enak dipandang mata, cobalah singgah ke warung kupi aceh di sepanjang rute medan - aceh dan lihatlah bagaimana tukang kopi menyeduh bubuk kopi sebelum disajikan ke pengunjungnya. 

Ciri khasnya adalah kopi diseduh dengan menggunakan saringan seukuran kaos kaki pesepak bola. Bubuk kopi yang sudah dipanaskan di air yang menggelegak kemudian dituangkan ke dalam sarung, dan tetesan kupi dari saringan tadi ditampung di gelas, ini dilakukan berkali kali hingga siap untuk diteguk, inilah yang membedakan rasanya kalau kupi ini diseduh sendiri di rumah.   

Rencananya sebelum ke Medan kami akan melakukan pemeriksaan kas sekonyong konyong, ini istilah untuk surprise audit di Pegadaian. Pemeriksaan ini dilakukan  di kantor cabang bahru. Waktu tempuh dari takengon ke bahru ini rata rata adalah sekitar 2 sd 2,5 jam, jadi kalau kami berangkat sekitar jam 12 siang dari takengon, akan sampai di cabang tujuan sekitar jam 14.00, waktu yang pas untuk memeriksa kasir dan barang jaminan tutup buku.

Aku melewati  jalan yang berkelok kelok dengan kabut yang cukup tebal disepanjang perjalanan, jurang yang dalam di salah satu sisinya dan tebing terjal disisi lainnya.  Takengon ini kota yang berada di dataran tinggi tanah gayo. Mobil yang kami tumpangi adalah kendaraan dinas jenis Toyota Kijang doyok buatan karoseri, masih cukup sehat dengan driver yang juga sangat berpengalaman menempuh jalur ini.

Akhirnya sekitar jam 14.30 kami sampai di kota Bahru, kota ini biasanya dipakai untuk istirahat sejenak sambil makan sate matang dan ngupi bagi pengendara dari Medan ke Banda aceh.  tapi kami kesini tidak untuk istirahat tapi langsung melakukan pemeriksaan ke kantor cabang, seperti biasanya akan bertemu dulu dengan pimpinan kantor cabang untuk menunjukkan surat tugas. Kunjungan ke cabang ini sudah berkali kali kami lakukan, aku juga lupa entah kunjungan ke berapa karena seringnya.  

Namun ada sesuatu yang aneh aku rasakan dari sikapnya Pinca saat itu, biasanya orangnya ramah dan menyambut kunjungan team pemeriksa dengan hangat. 

“Assalamualaikum, selamat sore pak Pinca” sapa aku seperti biasanya, 

“waalaikum salam, eh.. apa khabar pak ” sapaan balas dari pak pinca tanpa senyum di wajahnya. 

Sapaan ini aku rasa agak dingin tidak seperti biasanya dan nada suaranya juga seperti orang yang kaget, tentu aku bertanya tanya mengenai “anomali” ini.

Kemudian tentu saja aku langsung mengulurkan tangan untuk berjabatan, hal aneh juga aku rasakan dari gestur tubuhnya.   Biasanya pak pinca selalu menggenggam dengan erat, namun kali ini dengan cepat melepaskan genggamannya dan langsung masuk ke ruangannya seperti gelisah.

Kemudian setelah menyerahkan surat tugas, kami mulai melakukan pemeriksaan,

“pak syahrul tolong periksa kas besarnya dan saya periksa kas kecil ya”, ujar pak sudrajat, ketua team audit.

“baik pak, setelah mengambil data saldo kas besar yang disebut contoh 34 saya akan melakukan pemeriksaan fisik uang kas besar di brankas”. 

Memang istilah pembukuan di Pegadaian dimasa itu belum menggunakan standar akuntansi keuangan dan masih menggunakan sistem pembukuan peninggalan era Belanda, jadi ada buku buku untuk mencatat transaksi yang disebut dengan “contoh”, nomor dibelakang “contoh” menunjukkan jenis transaksi yang dicatat. Contoh 34 ini adalah buku yang dipakai untuk mencatat mutasi kas besar dan saldonya pada hari itu


“ayo pak pinca, kita hitung jumlah kas besar yang di brankas”

“mari pak, saya ambilkan dulu kuncinya di laci meja” kata pak pinca

Dengan didampingi pak pinca, aku masuk ke ruangan brankas di dalam bangunan kantor yang yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1920-an ini, memang perusahaan ini peninggalan era kolonial. Meskipun sebagian besar kantornya sudah direnovasi, namun masih banyak peninggalan belanda dan nyaris tidak berubah selama puluhan tahun setelah kemerdekaan. 

Tapi kalau bicara  soal brankas uang, pasti teruji kekuatannya, brankas besi merek Lips Dordrecht Holland ini sudah berusia lebih dari 70 tahun saat itu, tetap kokoh tanpa karat. Sebagian badan brankas ini tertanam dalam besi beton, jadi kalau ingin mencurinya perlu perjuangan luar biasa kalau tidak bisa dibilang mustahil. Namun sebelum brankas terbuka pak Pincanya bilang,

 

“ pak saya menyerah saja, karena uangnya sudah tidak ada” 

“ maksudnya bagaimana pak ? “ aku segera meresponnya dengan kaget

“ uangnya sudah saya pakai untuk keperluan pribadi”. 

Tentu saja aku kaget, karena pak pinca ini  sebelumnya aku kenal  orangnya baik dan kariernya juga bagus. Tapi ternyata  uang kas besar senilai sekitar Rp. 90 juta itu memang sudah tidak ada di dalam brankas besi Lips dordrecht ini. Hilang bukan karena ada maling yang masuk, tapi dicuri oleh pemegang kunci yang harus menjaganya. 

Untuk ukuran tahun 1997 nilai uang tersebut sudah bisa beli mobil Jimny second yang masih bagus, saat itu harga emas masih sekitar Rp. 125.000/ gram-nya. pada masa ini kendaraan dinas kepala cabang Pegadaian masih menggunakan Honda Win, sangat jarang ada kepala cabang yang memiliki mobil. 

Mengapa hal ini terjadi ? fraud sering terjadi karena adanya pressure, tingginya kebutuhan hidup karena gaya hidup. Salah satu godaan hidup bagi laki laki disaat sudah banyak uangnya adalah wanita, tapi gaji dari perusahaan hanya cukup untuk satu wanita, kalau sudah punya dua tentu harus mencari sumber lainnya. Apalagi gaji dari perusahaan sudah masuk ke rekening yang dibawah pengawasan isteri. 

Tentu saja kejadian ini menyebabkan batalnya rencana balik ke Medan sore ini, tapi begitulah romantikanya menjadi auditor.



                                               foto hanya ilustrasi kantor cabang ex kolonial

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arisan Emas Pegadaian.

Ingin berinvestasi emas ? kunjungi outlet outlet Pegadaian, sekarang investasi emas dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dibeli secara tunai di outlet Galeri 24 Pegadaian, dapat juga dengan cara arisan.

jalur sungai Banjarmasin to Palangkaraya

Jalur Sungai Banjarmasin – Palangkaraya. Kantor cabang Pegadaian di Palangkaraya pada tahun 1999 merupakan satu-satunya kantor cabang Pegadaian yang terletak di kota Palangkaraya, ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.   Pegadaian di Palangkaraya kurang bagus perkembangannya karena setelah beberapa tahun berdiri masih juga berstatus cabang kelas III, klasifikasi cabang terendah pada masa itu. Dibandingkan Pegadaian di wilayah Kalimantan Timur sangat jauh tertinggal, Pegadaian di wilayah Balikpapan telah tumbuh pesat.  Pada tahun 1998-2000 apabila kita ingin ke   kota Palangkaraya dari Banjarmasin salah satu alternative yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan sarana transportasi berupa speed boat . Setelah pengalaman buruk saya menggunakan angkutan darat maka saya lebih memilih selalu menggunakan angkutan sungai meskipun sebenarnya saya takut karena tidak bisa berenang sama sekali. Transportasi sungai Banjarmasin ke Palangkaraya ini akan melalui sungai-sungai Kuala Kapuas,